BAB 4
Sudah
lama sekali ia tidak mendapatkan teman yang sebaya dengannya. Tanpa mereka
sadari Mario sudah terbangun dan duduk diantara mereka, wajahnya terlihat
sangat pucat.
“kalian berisik sekali, aku tidak
dapat tidur” kata Mario lemas
“ohh…maaf kalau kamu terganggu”
Jessy meminta maaf pada Mario. Saking asyiknya berbincang, ia tidak sadar kalau
di dalam klinik ada orang yang sedang tidur. Namun Mario tidak merespon
permintaan maaf Jessy, ia menyandarkan kepalanya di dinding. Ia masih terlihat
sangat kesakitan.
“Mario, sebaiknya kami membawa mu ke
rumah sakit sekarang” kata Thomas sambil membantu Mario berdiri. Jessy, Deep
dan juga Chad setuju pada Thomas. Kemudian Chad, Deep dan Thomas membawa Mario
ke rumah sakit. Jessy kembali ke dalam
kamarnya, ditengah perjalanan ia bertemu dengan ayahnya.
“ayah” panggil Jessy pada ayahnya.
Namun ayahnya sangat terburu-buru, ayahnya hanya mengangkat tangganya kepada
Jessy pertanda Jessy harus menuggu sebentar. Jessy mengangguk dan kembali ke
kamarnya. Ia menyalakan music diponselnya, mendengarkannya sambil berbaring
santai. Ketiak ia memejamkan matanya, ia melihat sosok Mario. Seketika itu juga
ia langsung terlonjak kaget dan terduduk di samping ranjang. Ia mencoba
mengatur pikiran dan perasaannya. Nampaknya kali ini ia benar-benar kacau. Suara
ketukan pintu terdengar olehnya, segera Jessy membuka pintu itu.
“apa kamu sudah makan?” ternyata
yang mengetuk pintu tadi adalah ayah. Jessy bahkan tidak sadar bahwa ia belum
makan padahal ini sudah hampir sore.
“belum ayah” jawab Jessy tersenyum
“ayo makanlah, ayah tidak mau
melihat mu kelaparan” Jessy dan ayah menuju ruang makan. Ruang makan
ditempat ini adalah sebuah kantin. Banyak sekali meja dan kursi yang terjajar rapi. Disisi lainnya ada
jajaran wadah yang berisi makanan. Ayah mengajak Jessy untuk segera mengambil
makan. Ada beberapa orang yang sedang menikmati makanan, kelihatannya mereka
adalah murid ayahnya. Jessy dan ayah menikmati makanan yang sudah mereka
ambil. Jessy melahap semua makanannya dengan cepat terlihat bahwa ia sangat
lapar. Dan makanan ini juga sangat lezat sekali, entah siapa yang memasaknya.
“bagaimana keadaan anak bawang itu?”
tanya ayah membuka pembicaraan mereka yang sedari tadi diam seribu bahasa
“anak bawang? Maksud ayah siapa?”
“anak bawang yang terkena tembak,
Chad bilang kau yang membantu mengurusnya”
“Mario?”
“ya, anak bawang itu. Bagaimana
keadaannya?”
“aku sudah berhasil mengeluarkan
pelurunya. Tadi Chad sudah membawanya ke rumah sakit untuk memastikan bahwa
lukanya tidak akan terinfeksi” ayah Jessy hanya mengagguk dan kembali diam.
“mengapa ayah menyebutnya anak
bawang?” tanya Jessy membuka percakapan kembali
“karena dia pasukan paling bodoh” ayah
Jessy mengangkat piring dan pergi meninggalkannya sendiri. Jessy masih bertanya-tanya
mengapa ayahnya menyebut Mario sebagai anak yang bodoh?
******
“hai, bagaimana lukamu?” Jessy duduk
di samping Mario yang tampak sedang menundukkan kepalanya. Mario terdengar
menghela nafas dan kemudian mendongkakan kepalanya menatap kearah Jessy
“cukup membaik” menepuk dadanya yang
terkena tembak. Jessy tersenyum. Suasana kembali hening.
“terimakasih sudah menolong ku. Maaf
kalau waktu itu aku sempat tidak percaya kepada mu” Mario tersenyum malu.
Senyum Mario itu membuat jantung Jessy meledak sejadi-jadinya. Suasana kembali
hening yang terdengar hanyalah suara riuh dari murid lain yang sedang
berlatih. Pasti saat ini kondisi Mario
masih belum membaik, buktinya ia belum bisa mengikuti latihan.
“Mario, komandan memanggil mu”
Thomas berlari sambil berteriak sangat kencang, nafasnya terengah-engah. Jessy
mengerutkan keningnya, ada apa ayah
memanggil Mario?. Perasaannya mulai tidak enak, terlebih ketika Jessy
mengingat kejadian sewaktu ia makan bersama ayahnya. Ayahnya menyebut bahwa
Mario adalah murid yang paling bodoh, itu membuat Jessy sangat terkejut.
“baiklah aku akan segera kesana”
Mario bangkit dari duduknya dan berjalan ke ruangan ayah Jessy. Diam-diam Jessy
mengikuti Mario. Saat Mario sudah berada di dalam bersama ayah Jessy, Jessy
mengendap-endap dibalik pintu mendengarkan percakapan mereka.
“kamu dikeluarkan” hanya itu yang
terucap dari mulut ayah Jessy. Sontak Jessy terkejut dan berusaha untuk tidak mengeluarkan
suara. Mario tertunduk lesu, ia tidak berani menatap wajah ayah Jessy. Jessy
tidak tega melihat kondisi ini, ia membranikan diri untuk keluar dari persembunyiannya.
“ayah,
bisa ayah jelaskan mengapa ayah mengeluarkan Mario?” Jessy masuk ke dalam
ruangan. Ayahnya terlihat sangat marah, namun ia menahan amarahnya itu.
“apa
yang kamu lakukan di sini?”
“aku
hanya ingin bertanya tentang alasan” Jessy berdiri tepat disamping Mario yang
masih tertunduk lesu
“ini
bukan urusan mu Jessy, bisa tolong kamu tinggalkan kami berdua?”
“ayah,
kalau alasan ayah mengeluarkannya karena ia murid paling bodoh rasanya itu
tidak tepat. Bukankah orang bodoh itu seharusnya di beri banyak pelajaran agar
ia menjadi pintar seperti yang lain?” kata-kata Jessy ini sungguh membuat
ayahnya semakin emosi. Matanya melotot, wajahnya mulai memerah menahan amarah
yang sedari tadi ia tahan
“Jessy,
ayah sudah bilang ini bukan urusan kamu” ayah Jessy berbicara dengan nada
tinggi
“Jessy
menunggu jawaban dari pertanyaan tadi” Jessy tetap berdiri. Ia memperhatikan
Mario, menerka bagaimana perasaan Mario saat ini. Suasana di dalam ruangan
semakin memanas, Jessy tetap bersikukuh tidak mau meninggalkan ayahnya berdua
dengan Mario. Tidak lama kemudian ayah
Jessy justru pergi meninggalkan Jessy dan Mario di dalam ruangan. Jessy
mengernyit, ada apa ini?
“seharusnya
kamu tidak melakukan ini” Mario bangkit dan pergi menyusul ayah Jessy. Mengapa Mario berkata seperti itu?
Seharusnya dia berterimakasih. Jessy tetap terdiam diruangan itu. Ia
mencoba menstabilkan perasaannya. Ia berfikir apakah yang ia lakukan ini salah?.
Seseorang menepuk pundaknya dari belakang
“mengapa
masih disini?” ayah Jessy kembali ke ruangan, Jessy merasa kaku. Apa yang harus ia lakukan. Pasti saat ini ayahnya
akan memukulinya karena perbuatan bodohnya itu. Jessy tersenyum kecut dan
melangkah pergi dari ruangan itu. Ayah mencegahnya melangkah lebih jauh.
Tatapan mata ayahnya saat ini lebih sedikit tenang dibandingkan tadi. Nampaknya
emosinya sudah reda.
“duduklah”
ayah Jessy menuntunnya untuk duduk. Jessy menurut. Ayahnya melangkah maju dan
duduk didepannya. Jessy menunggu apa yang akan dikatakan ayahnya. Namun
tidak ada satupun kata yang terucap dari mulut ayahnya. Mereka hanya saling
pandang, Jessy pun nampak kebingungan. Ayahnya menghela nafas panjang
“mengapa
kamu membelanya?” ayahnya mulai berbicara. Namun pertanyaan itu justru membuatnya
susah berkata-kata. Apa yang membuatnya
membela Mario?. Ia bahkan belum mengenal Mario, mungkin Mario benar-benar murid paling bodoh sehingga ayahnya harus mengeluarkan Mario dari sekolah
yang ia pimpin. Jessy menggaruk kepalanya, mencoba mencari-cari alasan.
“a..aku
tidak membelanya ayah, hanya saja apakah tidak ada kesempatan untuk si bodoh
memperbaikinya?” Jessy tersenyum yang dibalas dengan senyum dari ayahnya
“jelas
ada Jessy, semua orang berhak mendapatkan kesempatan untuk berubah menjadi lebih
baik”
“lalu
mengapa ayah tidak memberinya kesempatan?”
“ayah
sudah memberinya kesempatan, hanya saja ia selalu menjadi murid paling bodoh
dari dulu”
“mengapa
ayah menyebutnya seperti itu?”
“dia
sering terluka Jessy, luka tembak kemarin bukanlah luka pertama yang ia
dapatkan. Ayah hanya tidak mau menyakiti anak orang. Mereka selalu bilang
kalau latihan di sekolah ini sangat kejam dan bisa membunuh. Ayah khawatir kalau dia terus
bertahan disini, dia bisa terbunuh. Dan siapa yang akan bertanggung jawab?
Jelas ayah yang harus bertanggung jawab” Jessy terdiam menatap ayahnya. Ia tahu
betul bagaimana perasaan ayahnya. Ia tidak menyangka ternyata selama ini ayahnya
merasakan tekanan dari banyak pihak di luar sana
“ya,
ayah betul. Tapi aku yakin si bodoh itu tidak sebodoh yang ayah pikir. Dia bisa
melindungi dirinya sendiri” Jessy mencoba membalas penjelasan
ayahnya.
(bersambung)