Rabu, 06 April 2016

Runaway


BAB 4
Sudah lama sekali ia tidak mendapatkan teman yang sebaya dengannya. Tanpa mereka sadari Mario sudah terbangun dan duduk diantara mereka, wajahnya terlihat sangat pucat.
            “kalian berisik sekali, aku tidak dapat tidur” kata Mario lemas
            “ohh…maaf kalau kamu terganggu” Jessy meminta maaf pada Mario. Saking asyiknya berbincang, ia tidak sadar kalau di dalam klinik ada orang yang sedang tidur. Namun Mario tidak merespon permintaan maaf Jessy, ia menyandarkan kepalanya di dinding. Ia masih terlihat sangat kesakitan.
            “Mario, sebaiknya kami membawa mu ke rumah sakit sekarang” kata Thomas sambil membantu Mario berdiri. Jessy, Deep dan juga Chad setuju pada Thomas. Kemudian Chad, Deep dan Thomas membawa Mario ke rumah sakit. Jessy  kembali ke dalam kamarnya, ditengah perjalanan ia bertemu dengan ayahnya.
            “ayah” panggil Jessy pada ayahnya. Namun ayahnya sangat terburu-buru, ayahnya hanya mengangkat tangganya kepada Jessy pertanda Jessy harus menuggu sebentar. Jessy mengangguk dan kembali ke kamarnya. Ia menyalakan music diponselnya, mendengarkannya sambil berbaring santai. Ketiak ia memejamkan matanya, ia melihat sosok Mario. Seketika itu juga ia langsung terlonjak kaget dan terduduk di samping ranjang. Ia mencoba mengatur pikiran dan perasaannya. Nampaknya kali ini ia benar-benar kacau. Suara ketukan pintu terdengar olehnya, segera Jessy membuka pintu itu.
            “apa kamu sudah makan?” ternyata yang mengetuk pintu tadi adalah ayah. Jessy bahkan tidak sadar bahwa ia belum makan padahal ini sudah hampir sore.
            “belum ayah” jawab Jessy tersenyum
            “ayo makanlah, ayah tidak mau melihat mu kelaparan” Jessy dan ayah menuju ruang makan. Ruang makan ditempat ini adalah  sebuah kantin. Banyak sekali meja dan kursi yang terjajar rapi. Disisi lainnya ada jajaran wadah yang berisi makanan. Ayah mengajak Jessy untuk segera mengambil makan. Ada beberapa orang yang sedang menikmati makanan, kelihatannya mereka adalah murid ayahnya. Jessy dan ayah menikmati makanan yang sudah mereka ambil. Jessy melahap semua makanannya dengan cepat terlihat bahwa ia sangat lapar. Dan makanan ini juga sangat lezat sekali, entah siapa yang memasaknya.
            “bagaimana keadaan anak bawang itu?” tanya ayah membuka pembicaraan mereka yang sedari tadi diam seribu bahasa
            “anak bawang? Maksud ayah siapa?”
            “anak bawang yang terkena tembak, Chad bilang kau yang membantu mengurusnya”
            “Mario?”
            “ya, anak bawang itu. Bagaimana keadaannya?”
            “aku sudah berhasil mengeluarkan pelurunya. Tadi Chad sudah membawanya ke rumah sakit untuk memastikan bahwa lukanya tidak akan terinfeksi” ayah Jessy hanya mengagguk dan kembali diam.
            “mengapa ayah menyebutnya anak bawang?” tanya Jessy membuka percakapan kembali
            “karena dia pasukan paling bodoh” ayah Jessy mengangkat piring dan pergi meninggalkannya sendiri. Jessy masih bertanya-tanya mengapa ayahnya menyebut Mario sebagai anak yang bodoh?
******
            “hai, bagaimana lukamu?” Jessy duduk di samping Mario yang tampak sedang menundukkan kepalanya. Mario terdengar menghela nafas dan kemudian mendongkakan kepalanya menatap kearah Jessy
            “cukup membaik” menepuk dadanya yang terkena tembak. Jessy tersenyum. Suasana kembali hening.
            “terimakasih sudah menolong ku. Maaf kalau waktu itu aku sempat tidak percaya kepada mu” Mario tersenyum malu. Senyum Mario itu membuat jantung Jessy meledak sejadi-jadinya. Suasana kembali hening yang terdengar hanyalah suara riuh dari murid lain yang sedang berlatih. Pasti saat ini kondisi Mario masih belum membaik, buktinya ia belum bisa mengikuti latihan.
            “Mario, komandan memanggil mu” Thomas berlari sambil berteriak sangat kencang, nafasnya terengah-engah. Jessy mengerutkan keningnya, ada apa ayah memanggil Mario?. Perasaannya mulai tidak enak, terlebih ketika Jessy mengingat kejadian sewaktu ia makan bersama ayahnya. Ayahnya menyebut bahwa Mario adalah murid yang paling bodoh, itu membuat Jessy sangat terkejut.
            “baiklah aku akan segera kesana” Mario bangkit dari duduknya dan berjalan ke ruangan ayah Jessy. Diam-diam Jessy mengikuti Mario. Saat Mario sudah berada di dalam bersama ayah Jessy, Jessy mengendap-endap dibalik pintu mendengarkan percakapan mereka.
            “kamu dikeluarkan” hanya itu yang terucap dari mulut ayah Jessy. Sontak Jessy terkejut dan berusaha untuk tidak mengeluarkan suara. Mario tertunduk lesu, ia tidak berani menatap wajah ayah Jessy. Jessy tidak tega melihat kondisi ini, ia membranikan diri untuk keluar dari persembunyiannya.
“ayah, bisa ayah jelaskan mengapa ayah mengeluarkan Mario?” Jessy masuk ke dalam ruangan. Ayahnya terlihat sangat marah, namun ia menahan amarahnya itu.
“apa yang kamu lakukan di sini?”
“aku hanya ingin bertanya tentang alasan” Jessy berdiri tepat disamping Mario yang masih tertunduk lesu
“ini bukan urusan mu Jessy, bisa tolong kamu tinggalkan kami berdua?” 
“ayah, kalau alasan ayah mengeluarkannya karena ia murid paling bodoh rasanya itu tidak tepat. Bukankah orang bodoh itu seharusnya di beri banyak pelajaran agar ia menjadi pintar seperti yang lain?” kata-kata Jessy ini sungguh membuat ayahnya semakin emosi. Matanya melotot, wajahnya mulai memerah menahan amarah yang sedari tadi ia tahan
“Jessy, ayah sudah bilang ini bukan urusan kamu” ayah Jessy berbicara dengan nada tinggi
“Jessy menunggu jawaban dari pertanyaan tadi” Jessy tetap berdiri. Ia memperhatikan Mario, menerka bagaimana perasaan Mario saat ini. Suasana di dalam ruangan semakin memanas, Jessy tetap bersikukuh tidak mau meninggalkan ayahnya berdua dengan Mario. Tidak lama kemudian  ayah Jessy justru pergi meninggalkan Jessy dan Mario di dalam ruangan. Jessy mengernyit, ada apa ini?
“seharusnya kamu tidak melakukan ini” Mario bangkit dan pergi menyusul ayah Jessy. Mengapa Mario berkata seperti itu? Seharusnya dia berterimakasih. Jessy tetap terdiam diruangan itu. Ia mencoba menstabilkan perasaannya. Ia berfikir apakah yang ia lakukan ini salah?. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang
“mengapa masih disini?” ayah Jessy kembali ke ruangan, Jessy merasa kaku. Apa  yang harus ia lakukan. Pasti saat ini ayahnya akan memukulinya karena perbuatan bodohnya itu. Jessy tersenyum kecut dan melangkah pergi dari ruangan itu. Ayah mencegahnya melangkah lebih jauh. Tatapan mata ayahnya saat ini lebih sedikit tenang dibandingkan tadi. Nampaknya emosinya sudah reda.
“duduklah” ayah Jessy menuntunnya untuk duduk. Jessy menurut. Ayahnya melangkah maju dan duduk didepannya. Jessy menunggu apa yang akan dikatakan ayahnya. Namun tidak ada satupun kata yang terucap dari mulut ayahnya. Mereka hanya saling pandang, Jessy pun nampak kebingungan. Ayahnya menghela nafas panjang
“mengapa kamu membelanya?” ayahnya mulai berbicara. Namun pertanyaan itu justru membuatnya susah berkata-kata. Apa yang membuatnya membela Mario?. Ia bahkan belum mengenal Mario, mungkin Mario benar-benar murid paling bodoh sehingga ayahnya harus mengeluarkan Mario dari sekolah yang ia pimpin. Jessy menggaruk kepalanya, mencoba mencari-cari alasan.
“a..aku tidak membelanya ayah, hanya saja apakah tidak ada kesempatan untuk si bodoh memperbaikinya?” Jessy tersenyum yang dibalas dengan senyum dari ayahnya
“jelas ada Jessy, semua orang berhak mendapatkan kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik”
“lalu mengapa ayah tidak memberinya kesempatan?”
“ayah sudah memberinya kesempatan, hanya saja ia selalu menjadi murid paling bodoh dari dulu”
“mengapa ayah menyebutnya seperti itu?”
“dia sering terluka Jessy, luka tembak kemarin bukanlah luka pertama yang ia dapatkan. Ayah hanya tidak mau menyakiti anak orang. Mereka selalu bilang kalau latihan di sekolah ini sangat kejam dan bisa membunuh. Ayah khawatir kalau dia terus bertahan disini, dia bisa terbunuh. Dan siapa yang akan bertanggung jawab? Jelas ayah yang harus bertanggung jawab” Jessy terdiam menatap ayahnya. Ia tahu betul bagaimana perasaan ayahnya. Ia tidak menyangka ternyata selama ini ayahnya merasakan tekanan dari banyak pihak di luar sana

“ya, ayah betul. Tapi aku yakin si bodoh itu tidak sebodoh yang ayah pikir. Dia bisa melindungi dirinya sendiri” Jessy mencoba membalas penjelasan ayahnya.
(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar