BAB 3
Matahari
pagi masuk ke kamar tidur Jessy melalui celah cendela, Jessy membuka mata dan
menatap langit-langit. Tubuhnya sudah mulai membaik dari kelelahan setelah
perjalanan panjang. Bibi Eliz membuka
pintu kamar Jessy berdiri disamping almari dan tersenyum sangat lembut.
“selamat
pagi sayang, sebentar lagi Chad akan sampai. Sebaiknya kamu bersiap-siap” Bibi
Eliz menghampiri Jessy dan duduk di tepi ranjang
“iya
bi, kalau begitu Jessy mau mandi dulu ya”
“setelah
itu kamu sarapan dulu. Bibi khawatir kalau kamu sakit”
“iya
bibi, tenang saja” kata Jessy sembari memeluk bibi Eliz. Jessy membayangkan
bahwa yang ia peluk saat ini adalah ibunya. Kemudian Jessy bergegas mandi dan
sarapan sebelum Chad, murid ayahnya datang. Jessy sudah selesai mandi dan
sarapan, namun Chad belum juga datang. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu
dengan ayahnya. Sembari menunggu Chad, Jessy membantu bibi Eliz merawat
bunga-bunga yang ada di halaman bibi Eliz. Dari kejauhan terlihat kereta kuda
yang mendekat ke rumah bibi Eliz.
“nah
itu Chad” teriak bibi Eliz. Bibi Eliz meminta Jessy untuk segera menyiapkan
barang-barang yang akan dibawanya. Chad menghentikan kereta kudanya tepat di
depan rumah bibi Eliz. Chad mengangkat beberapa sayuran dan bahan makanan ke
dalam kereta kudanya.
“Chad,
perkenalkan ini Jessy anaknya Jhon” kata bibi Eliz memperkenalkan Jessy pada
Chad. Jhon adalah nama ayah. Chad memberi hormat pada Jessy.
“halo
Chad, senang bisa bertemu dengan mu” kata Jessy sopan memberi salam
“halo, senang juga
bisa bertemu dengan mu”
“Chad,
Jessy akan menumpang untuk pergi menemui ayahnya. Nanti setelah sampai kamu
tolong antarkan Jessy kepada Jhon ya” kata bibi Eliz mengusap rambut Jessy.
Chad menganggukan kepala dengan sopan. Chad dan Jessy memulai perjalanan
mereka. Ini untuk pertama kalinya Jessy menaiki kereta kuda, ternyata rasanya
sangat mengasyikan. Pemandangan indah menjadi teman perjalanan mereka berdua.
Chad sangat ramah, ia banyak bercerita soal seluk-beluk pedesaan ini. Sekitar
10 menit mereka menempuh perjalanan, sebuah tempat yang tampak bukan seperti
desa terpampang jelas di mata Jessy. Jessy terlihat sangat kebingungan karena
sebelumnya bibi Eliz atau pun Chad tidak ada yang memberi tahu kepadanya
tentang tempat tinggal ayahnya secara detail.
“Chad,
apakah kita sudah sampai?” tanya Jessy kebingungan
“iya,
ayo kita turun. Selanjutnya saya akan membawamu pada komandan”
“komandan?
Maksud mu ayahku seorang komandan?”
“iya,
apa kamu tidak tahu”
“tidak
Chad, hmm tolong jelaskan tempat apa ini?”
“baiklah.
Ini adalah sebua sekolah pelatihan, seperti pelatihan militer. Setelah kami sudah siap untuk terjun, kami akan siap membantu kepolisian dan
siapa pun yang membutuhkan kami untuk memberantas kejahatan di kota ini dan
kota-kota lainnya. Dan ayah mu adalah pendiri sekolah ini. Makanya kami semua
menyebutkan komandan”
“hah?”
penjelasan Chad membuat Jessy bingung dan semakin jelas kalau ia tidak
mengenali ayahnya. Chad menuntun Jessy menemui ayahnya yang berada dikantor.
Jessy berjalan dibelakang Chad. Beberapa murid yang sedang istirahat melihat
Jessy dengan tatapan asing. Jantung Jessy semakin berdetak cepat. Apakah ayahnya akan senang melihatnya
kemari? Atau justru sebaliknya?. Chad membawa Jessy memasuki sebuah gedung
yang terlihat kurang terawat, Chad masuk ke dalam satu ruangan. Jessy masih
menunggu di luar. Mendadak nafasnya menjadi sesak, kepalanya sedikit pusing ini
berarti bahwa ia sangat gugup. Chad keluar dari ruangan itu dan menyuruh Jessy
masuk. Entah apa yang Chad katakan kepada komandannya itu.
“masuklah,
komandan sudah menunggu” kata Chad sambil pergi meninggalkannya. Jessy masuk
dengan perasaan yang was-was. Di ujung ruangan terlihat seseorang berdiri
sedang memandang keluar cendela. Jessy bingung bagaimana harus memanggilnya. Ia
merasa sangat canggung.
“hai”
sapa Jessy. Lelaki itu menoleh dan berjalan menuju Jessy. Ya benar itu adalah
ayahnya. Ayah yang dulu mencampakkan ibu dan dirinya sekian lama. Jessy
berusaha mengusir amarah yang sedang berputar-putar di hatinya.
“kamu
sudah besar sekarang dan kamu semakin mirip dengan ibumu” kata ayah. Ayah berjalan
menghampiri Jessy sembari tersenyum. Ia mendekat dan memeluk Jessy dengan
lembut, layaknya ayah pada umumnya yang sangat merindukan anaknya. Amarah Jessy
hilang seketika, ia merasakan hangat pelukan dari ayahnya yang sudah lama tidak
ia dapatkan. Jessy dan ayahnya melepaskan kerinduan, mereka bercerita tentang
kisah kehidupan mereka masing-masing. Ternyata satu bulan sebelum ibu Jessy
meninggal, ia juga mengirim surat pada ayahnya bahwa Jessy akan datang padanya
dan meminta ayah untuk menjaga Jessy. Jessy memberanikan diri untuk menanyakan
alasan mengapa ayahn meninggalkan dirinya dan juga ibu, namun sayang sekali
ayah tidak mau mengungkapkan alasan itu karena ayah sudah tidak mau
mengingat-ingat masalah yang sudah lama sekali itu. Ayah Jessy bilang kalau ia
sangat sedih dan menyesal mengingat masa lalu. Ayah merasa menjadi manusia
paling bodoh yang pernah hidup.
******
Jessy
melompat dari tempat tidurnya karena mendengar suara tembakan diluar sana.
Kemudian ia berlari dan membuka cendela yang susah sekali dibuka. Ia melihat
banyak orang sedang latihan menembak disebuah lapangan yang tepat berada di
samping kamarnya. Jessy mengenakan jaketnya dan kemudian turun untuk melihat
kondisi yang sebenarnya. Ia mencari-cari ayahnya tetapi tidak bisa ia temukan.
Dari kejauhan Jessy melihat Chad dan beberapa lelaki yang tampak sedang memapah
lelaki lainnya.
“ada
apa Chad?”
“ada yang tertembak Jes, bisakah kamu menolongnya untuk mengobati luka?” terlihat nafas Chad sangat tak beratur.
“ada yang tertembak Jes, bisakah kamu menolongnya untuk mengobati luka?” terlihat nafas Chad sangat tak beratur.
“baiklah,
bagaimana aku bisa mendapatkan kotak obat?”
“tenang
saja, ikuti kami” Jessy mengikuti Chad dan teman-temannya, mereka menuju sebuah
klinik kecil yang ada diujung gedung.
“tolong
obati dia ya Jess, kami mau melanjutkan latihan”
“tunggu
Chad, memang tidak ada perawat disini?”
“perawat kami kebetulan sedang cuti melahirkan, saya harap kamu bisa menghentikan darah dan mengeluarkan peluru dari dalam tubuhnya. Setelah itu kami akan membawanya ke rumah sakit di tengah kota untuk perawatan lebih lanjut”
“perawat kami kebetulan sedang cuti melahirkan, saya harap kamu bisa menghentikan darah dan mengeluarkan peluru dari dalam tubuhnya. Setelah itu kami akan membawanya ke rumah sakit di tengah kota untuk perawatan lebih lanjut”
“baiklah,
akan aku coba” Chad dan teman-temannya meninggalkan Jessy berdua dengan si pria
yang terkena tembak. Ia meringis kesakitan. Jessy sudah lama tidak melakukan
ini, dulu ketika ibunya masih bekerja di rumah sakit ia sering
membantu ibunya terlebih ketika asisten ibunya sedang berhalangan hadir. Dan
setelah ibunya meninggal ia sama sekali tidak pernah menangani orang dengan
luka yang sangat serius seperti sekarang ini. Jessy berusaha mengatur nafasnya,
ia takut kalau salah mengobati dan justru membuat lukanya semakin memburuk.
Namun ia mencoba untuk yakin bahwa dia bisa, dahulu ia juga pernah menangani
orang yang terkena tembak, bedanya dulu ia di bantu oleh ibunya dan sekarang ini
ia harus menanganinya sendiri.
“hey,
kenapa kamu hanya diam” tanya lelaki itu dengan wajah yang menahan kesakitan
“hmmm…maaf
aku sedang mencari perlatan” Jessy mengobrak abrik kotak obat yang ada di
sampingnya. Namun ternyata peralatan disini tidak lengkap seperti peralatan
yang ada di rumah sakit. Ia ingat apa kata Chad, yang harus dilakukan Jessy
saat ini adalah mengeluarkan peluru dari tubuh pria ini dan mencoba
menghentikan darahnya, selanjutnya mereka akan membawa lelaki ini ke rumah
sakit untuk peraatan lebih lanjut.
“maaf,
aku harus membuka bajumu untuk mempermudah pengobatan” kata Jessy sambil
melepaskan pakaian pria itu dengan sangat hati-hati. Badan pria itu sangat
atletis sekali, untuk pertama kalinya Jessy melihat tubuh atletis seorang pria
secara langsung
“hmm…tunggu.
Apa kamu yakin bisa mengobatiku?”
“dulu
bisa, harusnya sekarang juga bisa” mendengar perkataan Jessy, pria itu langsung
membelalakan matanya. Ia kaget dan takut.
“hah?
apa kamu mau mencoba membunuhku?” pria itu meronta dan mencoba keluar dari
klinik
“hei.. tunggu. Tenanglah aku bisa mengobatimu” Jessy membantu pria itu untuk duduk kembali ke ranjang
“hei.. tunggu. Tenanglah aku bisa mengobatimu” Jessy membantu pria itu untuk duduk kembali ke ranjang
“aku
ragu” kata pria itu
“percayalah,
aku dulu pernah membantu ibu ku mengurus pasien seperti mu” Jessy berusaha
mengalihkan perhatian si pria itu. Jessy mencoba mengeluarkan peluru dengan
perlengkapan yang seadanya, ia tahu pria itu sangat kesakitan karena ia tidak
di bius terlebih dahulu. Perlahan namun pasti, Jessy berhasil mengeluarkan
peluru itu dari dada si pria. Kemudian ia membungkus luka itu agar darahnya
tidak mengalir terus-menerus.
“lihat
peluru mu sudah keluar” Jessy menunjukkan peluru itu di depan mata si pria
“terimakasih,
ternyata kau cukup hebat juga” pria itu tersenyum, manis sekali. Tiba-tiba
jantung Jessy berdegup sangat cepat. Ia memalingkan wajahnya, berusaha untuk
menutupi perasaannya. Pria itu tetap terduduk lemas di ranjang, ia mencoba
mengatur nafasnya karena rasa sakit itu terus menjalari tubuhnya. Jessy
membersihkan peralatan yang tadi ia pakai. Jessy melihat pria itu terbaring dan
menutup matanya. Mungkin ia ingin
istirahat dulu. Jessy meninggalkan pria tampan itu istirahat di dalam
klinik. Detak jantung Jessy rasanya ingin meledak setiap kali ia melihat pria
itu. Apakah aku jatuh cinta pada
pandangan pertama?. Jessy duduk termenung di luar klinik. Chad dan beberapa
orang temannya menghampiri Jessy.
“Jessy,
bagaimana keadaan Mario?” Jessy Nampak kebingungan, siapa itu Mario?. Kemudian ia baru tersadar siapa yang dimaksud
oleh Chad. Jadi pria tampan yang membuat jantungnya melompat sedari dari tadi
adalah Mario.
“Jess”
Chad melabaikan tangannya tepat di depan mata Jessy yang sedang melamun
“hmm
maaf Chad, dia sedang istirahat. Aku sudah berhasil mengeluarkan pelurunya.
Tetapi sebaiknya ia harus segera dibawa ke rumah sakit, karena perlatan disini
tidak lengakap jadi aku tidak bisa memaksimalkan pengobatannya”
“ya,
baiklah. Setelah nanti ia bangun kami akan membawanya ke rumah sakit kota”
Jessy mengagguk
dan tersenyum pada Chad serta kedua temannya. Ia lega kalau mereka sangat
peduli dengan temannya itu yang bernama Marion.
“Jess, perkenalkan ini Deep dan
Thomas” Chad memperkenalkan kedua temannya itu kepada Jessy. Deep dan Thomas
sama-sama memiliki tubuh atletis. Bagaimana tidak, setiap hari mereka melakukan
latihan fisik yang sangat keras. Thomas memiliki tubuh yang lebih tinggi
dibanding Deep. Namun mereka berdua memiliki wajah yang cukup tampan. Jessy
mengulurkan tangganya, menyambut uluran tangan dari Deep dan Thomas.
“halo, saya Jessy”
“Jessy adalah anak komandan Jhon
yang tinggal di kota seberang” Jelas Chad
“senang bertemu dengan mu Jessy,
semoga kamu betah tinggal disini. Kami sangat senang atas kehadiranmu disini.
Sudah lama kami tidak melihat gadis cantik seperti mu” kata Deep yang jelas
sedang menggoda Jessy. Jessy hanya tersenyum, sedangkan Chad menepuk pundak
Deep sangat keras hingga menimbulkan bunyi. Dan Deep terlihat sangat kesakitan.
Tawa Jessy meledak melihat perlakuan Chad pada Deep.
“jangan sungkan untuk meminta
bantuan pada kami” kata Thomas sopan. Mereka berempat larut dalam sebuah
obrolan yang sangat mengasyikan, mereka baru saja bertemu dan berkenalan namun
rasanya mereka sudah sangat lama sekali saling mengenal. Deep sangatlah humoris
dan itu membuat suasana bertambah semakin akrab. Jessy sangat senang bisa
mendapatkan teman seperti mereka.
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar