Jumat, 25 Maret 2016

Runaway


BAB 1
2 tahun terakhir ini Jessy hidup sebatang kara, ibunya meninggal karena sakit yang dideritanya yaitu tumor otak. Jessy mencoba untuk bertahan hidup, mencari pekerjaan kesana kemari, di usir dari rumah yang sudah 3 tahun ditempati bersama ibunya karena tidak dapat membayar uang sewa. Sampai akhirnya Jessy menyerah dengan keadaan ini. Ia membuka selembar kertas yang diberikan oleh ibunya sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
“Kediaman bibi Eliz. St. Alford 20B, Graivel”
Hanya itu tulisan yang ada di selembar kertas itu. Dengan uang yang seadanya, Jessy memberanikan diri untuk pergi ke alamat yang sudah diberikan oleh ibunya. Jessy sama sekali tidak mengenal siapa itu bibi Eliz, apakah ia saudara ibunya? Atau tempat tinggal sahabat ibunya? Atau justru pemilik panti asuhan yang siap menampung Jessy? Berbagai pertanyaan timbul dibenaknya. Jessy mencoba untuk berfikir positif, siapapun itu bibi Eliz pastilah dia orang yang baik. Mana mungkin ibunya tega menyerahkan anak semata wayangnya ini kepada orang yang jahat. Jessy tahu ini pasti pilihan terbaik yang sudah dipilih ibunya sebelum ia meninggal. Pemandangan yang sangat indah dan mengagumkan selama perjalanan membuat hati Jessy menjadi tenang, sebelumnya ia tidak pernah melihat hamparan padang rumput yang sejuk nan indah, serta hamparan ladang yang dipenuhi dengan orang-orang yang sibuk menggarap lading milik mereka. Jessy baru tersadar bahwa perjalanan ini membawanya ke suatu tempat yang berbeda dari tempat tinggal sebelumnya. Sebuah perkampungan. Itu yang ada dipikiran Jessy. Entahlah perkampungan atau perkotaan yang jelas tempat ini bisa menerima Jessy dengan baik dan dapat merubah sedikit hidupnya. Jessy termenung menatap foto  mendiang ibunya, ia tidak menyangka bahwa selama ini ibunya merahasikan penyakit yang dideritanya dari Jessy. Ibunya adalah seorang dokter disalah satu rumah sakit besar dan ternama di kota, jadi ia pasti sangat memperhatikan kondisi kesehatannya. Namun ternyata itu semua salah, menjadi seorang dokter bukan berarti bisa bebas dari penyakit yang sangat menyakitkan hingga merenggut nyawanya. Tanpa terasa air mata Jessy mengalir di kedua matanya. Jessy merasa sangat tak berguna, ia merasa sangat bodoh karena selama ini tidak mengetahui bahwa ibunya sangat menderita akibat dari penyakit yang diderita. Ia merasa belum bisa menjadi anak yang baik untuk ibunya, padahal selama ini  ibunya sangat sabar dalam mengurus Jessy. Jessy melihat keluar cendela, ia berharap ibunya sudah bahagia ditempat yang baru.
******
Perjalanan yang sangat melelahkan membuat kondisi Jessy sedikit kurang sehat, ia keluar dari kereta yang ditumpanginya dengan lunglai. Tempat yang baru dan orang-orang yang baru. Ia merasa sangat asing berada di kota ini. Ia berjalan dan tampak kebingungan. Perutnya sangat lapar, terakhir ia makan kue yang dibelinya sesaat sebelum kereta berangkat, setelahnya ia hanya menenggak air yang dibawanya.  Jessy berputar putar menjelajahi stasiun itu. kemana aku harus pergi? tanyanya dalam hati. Perasaan takut mulai menguasai tubuhnya, sebelumnya ia belum pernah melakukan perjalanan sendirian. Jika pergi ke tempat yang jauh ia pasti bersama ibunya. Tapi kali ini ia pergi ke temapt baru tanpa siapapun yang menemani, ditambah dengan uang yang hanya tersisa sedikit sekali.
“ada yang bisa saya bantu nona?”seorang lelaki tua menepuk pundak Jessy yang membuatnya sangat kaget dan takut. Seulas senyum yang tercetak jelas diwajah lelaki tua itu membuat  hati Jessy lega. Semoga lelaki itu adalah orang yang baik dan dapat membantu.
“hmm…. Bisakah tuan memberitahu saya kemana saya dapat pergi?” Jessy memberikan secarik kertas yang berisikan alamat kepada lelaki itu dan mencoba bersikap seramah mungkin denga orang baru.
“jelas sekali saya tahu, saya kenal baik dengan nyonya Eliz. Dia adalah orang yang sangat baik, dia sering sekali memborong hasil pertanian saya dengan harga yang pas” penjelasan lelaki tua ini membuat hati Jessy sangat lega.
“bolehkah tuan mengantar saya kealamat itu? Tapi maaf saya tidak punya banyak uang untuk membalas jasa tuan” kata Jessy malu-malu
“tenang saja, tidak usah khawatir. Saya akan mengantarkan nona ke rumah nyonya Eliz. Kebetulan saya juga ingin mampir untuk  mengambil keranjang saya yang masih tertinggal disana. Mari saya antar. Perkenalkan nama saya Demian” kata tuan Demian sambil mengulurkan tangannya pada Jessy
“senang berkenalan dengan anda tuan Demian, saya Jessy” balas Jessy sambil menjabat tangan tuan Demian. Lega, senang, merasa beruntung semua campur aduk di hati Jessy. Ia sangat beruntung bisa bertemu dengan orang baik seperti tuan Demian yang rela mengantarkannya ke rumah bibi Eliz.
“apakah anda keponakan nyonya Eliz?”
“iya, saya keponakan bibi Eliz yang datang dari kota” Jessy berharap ia memang benar-benar keponakan bibi Eliz yang datang dari kota. Tuan Demian rupanya sangat asyik ketika diajak mengobrol, selama perjalanan tuan Demian terus menceritakan hal-hal yang menyenangkan di pedesaan ini. Tempat yang menurutnya paling nyaman dan damai. Semua penduduk disini sangat ramah dan mereka sama sekali tidak pernah bermasalah, jika memang ada masalah pastilah mereka akan menyelesaikannya dengan jalan kekeluargaan. Mendengar cerita dari tuan Demian, Jessy semakin yakin bahwa ia akan betah tinggal ditempat ini  selama-lamanya. Semoga saja.
Kendaraan yang tuan Demian dan Jessy tumpangi berhenti pada sebuah rumah kecil yang terlihat indah dan nyaman. Tuan Demian mengetuk pintu rumah itu, dan beberapa saat kemudian muncullah seorang wanita setengah baya yang masih terlihat cantik dan sangat keibuan.
“permisi nyonya, maaf malam-malam begini saja berkunjung. Saya hanya ingin mampir sebentar dan mengambil keranjang milik saya” sapa  tuan Demian dengan sopan
“dan ini saya juga mengantar keponakan anda” lanjut tuan Demian yang kemudian menyuruh Jessy untuk menampakkan dirinya. Sedari tadi Jessy bersembunyi dibalik pintu, perasaan khawatir mulai menghinggapinya. Ia menunggu respon dari bibi Eliz, apakah ia mengenalinya atau tidak. Wajah bibi Eliz sedikit menerka-nerka siapa gerangan gadis kota yang dibawa tuan Demian yang mengaku sebagai keponakannya ini. Senyum mulai mengembang diwajah bibi Eliz, tanpa berkata apa-apa bibi Eliz langsung memeluk Jessy. Jessy sangat lega. Itu artinya bahwa bibi Eliz mengenalinya, meskipun ia sama sekali tidak tahu siapa itu bibi Eliz. Mendengar namanya saja sama sekali tidak pernah, ia tahu nama bibi Eliz hanya dari surat yang ditulis ibunya.
(bersambung) 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar